Kamis, 30 April 2009

Analisis Sosiolinguistik

ANALISIS PERCAKAPAN TRANSAKSI JUAL BELI YANG MENIMBULKAN EFEK DESKRIMINASI TERHADAP PEMBELI YANG BERBAHASA INDONESIA DI PASAR KELEWER SURAKARTA: ANALISIS SOSIOLINGISTIK


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita mengenal bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang dinyatakan pada Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV pasal 36 yang mempunyai fungsi sebagai Bahasa Persatuan dan Kesatuan, sebagai Identitas bangsa, sebagai alat komunikasi penghubung antara kebudayan, sebagai lambang kebanggan Bangsa (Arifin, Amran: 2000).
Namun ironisnya kesempatan untuk mendapatkan kedudukan di masyarakat sungguh sangat memprihatinkan. Dari berbagai macam opini masyarakat tentang “Bahasa Indonesia” serta penggunaanya, dapat disimpulkan bahwa kandungan yang terdapat pada fungsi–fungsi bahasa Indonesia tidak lagi dapat diaplikasikan di masyarakat.
Sebagai contoh, salah-satu fungsi Bahasa Indonesia yakni sebagai bahasa persatuan, menurut pendapat saya, kini kandungan fungsi tersebut sudah mulai hilang dan mulai luntur di masyarakat, bahkan tidak jarang fanatisme berbahasa daerah dapat memberikan deskriminasi sosial di masyarakat pada pengguna bahasa Indonesia. Ketika di suatu daerah yang sangat minimnya kesadaran masyarakat dalam berbahasa Indonesia, justru banyaknya masyarakat di daerah tersebut yang mencuri kesmpatan untuk berbuat sesuatu yang dinilai melanggar norma hukum kepada para pengguna Bahasa Indonesia. Contoh dalam penggunaan bahasa Indonesia di ranah Sosial-budaya yang mencerminkan deskriminasi sosial berbahasa di masyarakat adalah diberbagai tempat-tempat umum diantara lain seperti di pasar-pasar tradisional, terminal-terminal dan lain-lain.
Banyaknya masyarakat yang berasal dari daerah tersebut mengambil kesempatan pada orang-orang yang menggunakan Bahasa Indonesia, ketika transaksi jual beli, seorang pedagang yang memberikan harga khusus kepada calon pembeli yang menggunakan bahasa daerah, namun sebaliknya seorang pedagang memberikan harga yang relatif lebih mahal kepada pembeli yang menggunakan bahasa Indonesia. Dan ketika ada orang yang menggunakan bahasa Indonesia di tempat-tempat umum sering kali mereka dijadikan bulan-bulan oleh masyarakat daerah tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu diadakan penelitian dengan judul ”Analisis Percakapan transaksi jual beli yang menimbulkan efek deskriminasi terhadap pembeli yang berbahasa Indonesia di pasar Kelewer Surakarta: Analisis Sosiolingistik”.

B. Rumusan masalah
Adapun pokok masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah :
1. Adakah pengaruh fanatisme Berbahasa Daerah terhadap penggunaan Bahasa Indonesia di ranah sosial?
2. Adakah pengaruh bahasa daerah terhadap lunturnya fungsi-fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ditinjau dari perspektif sosiolingistik?
3. Percakapan seperti apa yang dapat menimbulkan efek deskriminasi terhadap pembeli yang berbahasa Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui sejauh mana dampak deskriminasi ditimbulkan dari fanatisme berbahasa daerah terhadap lunturnya fungsi bahasa Indonesia di masyarakat.
2. Mengetahui sejauh mana pengaruh bahasa daerah terhadap lunturnya fungsi-fungsi bahasa Indonesia.
3. Memberikan deskripsi tentang percakapan yang dapat menimbulkan efek dekriminasi

D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini mencakup dua dimensi yakni dimensi keilmuan atau teoritis dan dimensi praktis. Manfaat penelitian ini dapat dirumuskan yakni
Manfaat keilmuan (Teoritis)
• Sebagai acuan pengembangan penelitian di bidang sosiolinguistik
• Memberikan pengetahuan tentang percakapan dalam sebuah transaksi jual beli yang dapat menimbulkan efek deskriminasi

Manfaat Praktis
• Mempertahankan kelestarian nilai fungsi yang terkandung dalam bahasa Indonesia.
• Mewujudkan keharmonisan dalam multibahasa di Indonesia.
• Dapat mengetahui tingkat kesulitan masyarakat dalam berbahasa Indonesia.
• Dapat mengetahui sejauh mana efek deskriminasi yang ditimbulkan oleh fanatisme berbahasa Daerah terhadap pengguna Bahasa Indonesia.
• Mewujudkan nilai-nilai yang terdapat pada fungsi Bahasa Indonesia


BAB II

A. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif tentang telaah percakapan transaksi jual beli yang dapat menimbulkan efek deskriminasi terhadap pembeli yang berbahasa Indonesia di pasar Kelewer menggunakan metode pendekatan analisis psikologis dan sosiolinguistik. Penelitian ini membahas tentang percakapan yang dapat menimbulkan efek deskriminasi yang ditinjau lewat pendekatan sosiolingistik dan psikologis. Serta pemaparan pemerolehan data dan analisis data percakapan yang menimbulkan efek deskriminasi. Adapun pada penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai refrensi dasar sebagai konstruksi pembangun dalam penelitian ini. Anatara lain;
Skripsi Tataria (2007) berjudul: ”Analisis Percakapan Penggunaan Bahasa Pedagang Keturunan Cina di toko sekitar pasar Kadipolo”. Adapun pembahasan pada sekripsi ini adalah tentang analisis percakapan bahasa pedagang keturunan cina di pasar kadpolo ditinjau pada aspek situasi berbahasa dan pragmatik
Skripsi Astuti (2002) berjudul: ”Analisis Tindak Tutur dalam bahasa Percakapan para pedagang di pasar surakarta”. Adapun pembahasan dalam sekripsi ini adalah tentang analisis tindak tutur dalam bahasa percakapan para pedagang di pasar Surakarta ditinjau dari segi pragmatik dan fonologi.

B. Landasan Teori
• Bahasa Indonesia
Meninjau kembali definisi bahasa. Banyaknya pendapat para ahli tentang bahasa, misalnya definisi bahasa menurut Vembriarto Bahasa adalah suatu himpunan simbol yang menunjuk hasil sesuatu (1982: 50). Pengeertian bahasa menurut Bloch and trager bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbiterer yang dipergunakan oleh sesuatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi (1986: 19). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan suatu sarana dalam berkomunikasi, sarana dalam pembentukan ide, gagasan dan informasi, yang berbentuk simbol-simbol bunyi yang bersifat arbiterer. Bahasa merupakan sarana dalam berkomunikasi yang mempunyai fungsi. Adapun fungsi tersebut dijabarkan menjadi tujuh fungsi bahasa yang meliputi:
• Fungsi Instrumental
• Fungsi regulasi
• Fungsi representasi
• Fungsi interaksi
• Fungsi perorangan
• Fungsi heuristik
• Fungsi imajinatif
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional negara Kesatuan Indonesia yang Berdasarkan UUD 1945 BAB XV Pasal 36 fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai Bahasa Persatuan dan Kesatuan, sebagai Identitas bangsa, sebagai alat komunikasi penghubung antara kebudayan, sebagai lambang kebanggan Bangsa.

• Bahasa daerah
Bahasa daerah atau biasa dikenal dengan bahasa ibu sering digunakan masyarakat dalam berkomunikasi dibandingkan bahasa Indonesia, hal ini tidak lain hanyalah karena bahasa ibu lebih bersifat komunikatif ketika berkomunikasi. Ironis melihat realita yang terjadi di masyarakat, apalagi untuk merubah suatu kebiasaan yang sudah mendarah daging. Bahasa Indonesia memiliki dua ruang lingkup bahasa ditinjau dari segi sosial dan budayanya. Pertama, bahasa daerah kedua, bahasa indonesia (Amran: ). Perspektif yang menilai bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang di anak tirikan atau bahasa setelah bahasa daerah tidak begitu adanya karena ketika melihat bahasa Indonesia ditinjau dari segi sosial budaya bahasa Indonesia mempunyai dua ruang lingkup. Adapun bahasa daerah merupakan aset dari negara yang perlu dilestarikan dan bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang berfungsi sebagai bahasa persatuan atau bahasa pemersatu.

• Psikologi sosial
Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi harus mempunyai tata cara sesuai dengan situasi dan kondisi serta memperhatikan siapa yang menjadi mitra tutur sehingga di dalam komunikasi tersebut atau agar dalam berinteraksi tersebut tidak terjadi missed comunication atau kesalahpahaman di dalam berkomunikasi. Setiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda, baik itu dari faktor internal dan eksternal. Dari faktor internal meliputi fisik dan pisikis. Dari faktor eksternal meliputi sosial, budaya, pendidikan, ekonomi dsb. Dekkriminasi sosial muncul di masyarakat karena beberapa faktor yang salah satunya adalah karena adanya suatu perbedaan yang mendasar atau dengan kata lain antara penutur dan mitra tutur kurang memiliki kedekatan emosional dalam berkomunikasi sehingga pada waktu berkomunikasi memunculkan sikap pengambilan kesempatan terhadap lawan tuturnya dengan maksud yang negatif sehingga secara eksplisit mengandung unsur kearah perpecahan antar suatu komunitas satu dengan yang lainnya.

• Sosiolinguistik
Sosiolinguistik merupakan cabang lingistik makro yang lingkup kajiannya berkaitan dengan sosiologi atau berkaitan dengan masyarakat dan budaya di dalam sebuah tuturan. Cabang linguistik ini lebih mengkaji bahasa dengan masyarakat, khususnya penutur bahasa. Sosiolinguistik dalam konsepnya mempertimbangkan keterkaitan dua hal, yakni dengan linguistik untuk segi kebahasaanya dan dengan sosiologi untuk segi kemasyarakatannya ( Kunjana: 2001: 13). Berdasarkan pengertiannya, penelitian ini lebih mengkaji masalah bahasa dengan sosiologi untuk kemasyarakatan.

C. Kerangka berfikir
Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui sejauh mana dampak deskriminasi yang ditimbulkan dari fanatisme berbahasa daerah terhadap lunturnya fungsi bahasa Indonesia di masyarakat, Memberikan suatu deskripsi tentang penggunaan bahasa Indonesia di msyarakat pada dimensi sosial, Memberikan pemamparan secara dekkriptif tentang percakapan yang dapat menimbulkan efek deskriminasi.
Sehingga pada penelitian ini pembahasannya akan berupa pemaparan beberapa jumlah data hasil percakapan yang dapat membantu untuk mengungkapan beberapa data yang diantaranya adalah percakapan bahasa yang dapat menimbulkan deskriminasi atau kontradiktif dalam nilai-nilai fungsi bahasa Indonesia. Data yang diperoleh akan di analisis dengan pendekatan psikologis dan sosiolinguistik. Dari data yang diperoleh diharapkan dapat memberikan gambaran yang nyata di dalam kehidupan bermayarakat dalam lingkup sosial tentang keberagaman bahasa yang ternyata dapat menimbulkan efek deskriminasi sosial walaupun prosentase akan deskrimnasinya sangat minim. Dan dari penelitian ini secara eksplisit dapat memberikan suatu gambaran positif dalam mewujudkan nilai-nilai yang terdapat pada fungsi Bahasa Indonesia seperti pada Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV pasal 36.

BAB III

A. Metode Penelitian
1. Tempat dan waktu
a. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di pasar kelewer Surakarta
b. Waktu penelitian
Waktu penelitian berlangsung dari bulan Desember 2008 sampai Januari 2009.
2. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kualitatif karena penelitian ini data yang diperoleh bersifat deskriptif.

3. Teknik pengumpulan data
a. Dialog awal
Di samping memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperoleh data, dengan metode interview. peneliti harus memikirkan tentang pelaksanaannya pemerolehan data di pasar kelewer
b. Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah mengamati bahasa percakapan pedagang di pasar kelewer dan bertransaksi lasngsung dengan pedagang di pasar kelewer seperti yang disebutkan pada bab III point 1A.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah sekumpulan catatan tentang peristiwa yang dianggap penting yang terjadi dimasa lampau atau baru saja terjadi. Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data-data yang terjadi pada masa lampau seperti pendapat orang-orang yang pernah terkena damapak deskriminasi tersebut.

BAB IV
PEMBAHASAN

Deskriminasi merupakan efek perbuatan ataupun perkataan yang tidak seimbang sehingga membentuk suatu tingkatan-tingkatan yang dapat menimbulkan ketidaksetaraan. Deskriminasi bahasa dapat ditimbulkan oleh pemakai bahasa. Sehingga dalam hal ini tindak kaji pada deskriminasi bahasa adalah para pengguna bahasa yang di antaranya adalah percakapan transaksi jual beli di pasar kelewer surakarta. Pada kesempatan ini untuk mengetahui adakah di dalam transaksi tersebut menimbulkan efek deskriminasi, peneliti mengambil dua sample data yang berwujud bahasa Indonesia dan bahasa daerah atau bahasa jawa yang menjadi bahasa asal daerah tersebut.
Pengelompokan perolehan data sejumlah delapan trasnsaksi jual beli adapun di antaranya empat menggunakan bahasa Indonesia dan empat menggunakan bahasa jawa, hal ini untuk mengetahui efek deskriminasi yang ditimbulkan pada setiap dua trasnsksi jual beli. Dari data yang diperoleh 75% dari delapan transaksi pada data transaksi yang diperoleh menunjukan peluang akan tindak deskriminasi lewat bahasa dalam percakapan transaksi jual beli. Perbandingan tersebut sungguh tidak relevan dengan yang terkandung dalam fungsi bahasa Indonesia.

• Fanatisme Berbahasa Daerah terhadap penggunaan Bahasa Indonesia di ranah sosial

Fanatisme berbahasa daerah terkadang dapat menimbulkan deskriminasi terhadap pengguanaan bahasa Indonesia. Banyak hal yang dapat ditemui pada penggunaan bahasa di berbagai tempat dan di berbagai suasana. Di antaranya dapat ditemui dari berbagai transasksi jual beli yang terjadi di pasar kelewer surakarta. Ternyata ketika berkomunikasi dengan penjual yang menggunakan bahasa daerah dan dengan menggunakan bahasa Indonesia dapat dilihat perbedaan yang sangat relatif jauh berbeda. Hal ini dapat di lihat dari percakapan berikut:


Percakapan 1a
A : Brem satunya berapa bu?
B: Enam ribu mas.
A: Kalau tiga ribu, gimana bu?
B: Ya ndak dapet no mas?
A: kalau empat ribu gimana bu?
B: ya sudah. Belinya berapa?
A:Cukup satu aja bu.

Percakapan 1b
A: Brem niki pinten bu? (Brem ini berapa bu?)
B: Engkang ageng gangsal ewu engkang alit tigang ewu ( Kalau yang besar 5000 dan kalau yang kecil 3000)
A: Engkang ageng tigang ewu diengge rayi kulo (Kalau yang besar tiga ribu buat saudara saya)
B: Dereng angsal (Belum dapat)
A: Tigang ewu? (3000)
B: Enggeh empun (Ya sudah)

Dua percakapan tersebut merupakan transaksi jual beli yang diperoleh dari satu kios. Satu diantaranya pembeli menggunakan bahasa Indonesia yaitu pada percakapan 1a dan satu di antaranya si pembeli menggunakan bahasa jawa sebagai alat untuk berkomunikasi dalam transaksinya yaitu pada percakapan 1b. Pada waktu percakapan 1a yang pembelinya menggunakan bahasa Indonesia ketika membeli brem mendapatkan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pembeli yang menggunakan bahasa Jawa. Seperti pada pembahasan awal ternyata fanatisme berbahasa daerah sangat mendukung akan deskriminasi tersebut. Pada percakapan selanjutnya juga dapat dillihat


Percakapan transaksi jual beli 2a
A: Mas bakpia harganya berapa?
B: lima belas ribu mas.
A: kalau sepuluh ribu gimana mas?
B: Ndak dapet mas?
A: Masak gak dapet mas? Kalau sebelas ribu gimana?
B: Ndak dapet juga mas.
A: Ya udah, satu ya mas?
Percakapan transaksi jual beli 2b
A: Mas ragi bakpia pinten? (Mas harga bakpianya berapa?)
B: Gangsal welas (15000)
A: Mboten angsal mandhap mas? (Tidak dapat turun mas?)
B: Kaleh welas ewu (12000)
A: Mboten angsal mandhap meleh? (tidak dapat turun lagi mas?)
B: Setunggal ewu (1000)
A: Sedoso ewu (10000)
B: enggeh empun (Ya sudah)

Perbedaan bahasa dapat menimbulkan dampak harga transaksi jual beli. Ditinjau dari pendekatan psikologis sosial di dalam diri setiap individu mempunyai pemikiran berbeda ketika dihadapkan pada suatu persoalaan yang membuat individu tersebut beralih pikiran dengan cara harus memberikan suatu keselarasan pikiran yang sama. hal ini akan muncul suatu kedekatan emosional di dalam diri individu sehingga menimbulkan suatu ikatan yang dapat memberikan rasa nyaman kedua belah pihak. Dalam hal ini rasa aman tersebut muncul karena kesamaan bahasa yang digunakan antar kedua belah pihak.
Bahasa dapat digunakan dalam penyatuan pikiran sehingga untuk memberikan suatu ketrikatan harus memberikan kesamaan pikiran lewat bahasa. Fanatisme berbahasa daerah memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan bahasa Indonesia, karena secara tidak langsung dapat memberikan suatu kecemburuan sosial di dalam bermasyarakat.


• Pengaruh bahasa daerah terhadap lunturnya fungsi-fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ditinjau dari perspektif sosiolingistik

Setiap daerah di Indonesia mempunyai bahasa, bahasa tersebut mempunyai karakter yang berbeda-beda dalam tuturanya dari segi kata bunyi dan kalimatnya sehingga keragaman yang muncul mencerminkan dari karakter individu setiap daerah tersebut. Namun karakter yang menjadi keunggulan bahasa pada setiap daerah menjadi suatu sarana yang sangat menjanjikan untuk memberikan suatu tindak negatif pada pengguna bahasa yang tidak dapat berbahasa daerah tersebut.
Keberagaman suku dan bahasa yang diikat dengan bahasa Indonesia lewat fungsi bahasa Indonesia ternyata tidak seperti yang diharapkan pada kenyataannya. Konsep nilai fungsi bahasa yang mewujudkan cerminan solidaritas antar suku dan budaya terhadap berbagai macam suku sulit untuk terwujud karena beberapa faktor fanatisme berbahasa daerah. Dari keempat percakapan tersebut sudah mewakili dari deskriminasi yang ditimbulkan dari percakapan transaksi jual beli. Seperti halnya pada percakapan di bawah ini:

Percakapan transaksi jual beli 1a
A : Brem satunya berapa bu?
B: Enam ribu mas.
A: Kalau tiga ribu, gimana bu?
B: Ya ndak dapet no mas?
A: kalau empat ribu gimana bu?
B: ya sudah. Belinya berapa?
A:Cukup satu aja bu.

Percakapan transaksi jual beli 1b
A: Brem niki pinten bu? (Brem ini berapa bu?)
B: Engkang ageng gangsal ewu engkang alit tigang ewu ( Kalau yang besar 5000 dan kalau yang kecil 3000)
A: Engkang ageng tigang ewu diengge rayi kulo (Kalau yang besar tiga ribu buat saudara saya)
B: Dereng angsal (Belum dapat)
A: Tigang ewu? (3000)
B: Enggeh empun (Ya sudah)

Percakapan transaksi jual beli 2a
A: Mas bakpia harganya berapa?
B: lima belas ribu mas.
A: kalau sepuluh ribu gimana mas?
B: Ndak dapet mas?
A: Masak gak dapet mas? Kalau sebelas ribu gimana?
B: Ndak dapet juga mas.
A: Ya udah, satu ya mas?

Percakapan transaksi jual beli 2b
A: Mas ragi bakpia pinten? (Mas harga bakpianya berapa?)
B: Gangsal welas (15000)
A: Mboten angsal mandhap mas? (Tidak dapat turun mas?)
B: Kaleh welas ewu (12000)
A: Mboten angsal mandhap meleh? (tidak dapat turun lagi mas?)
B: Setunggal ewu (1000)
A: Sedoso ewu (10000)
B: enggeh empun (Ya sudah)

• Percakapan seperti apa yang dapat menimbulkan efek deskriminasi terhadap pembeli yang berbahasa Indonesia
Seperti pada transaksi 1a dan 1b dapat dilihat berupa perbedaan yang sangat signifikan menjadikan perbedaan antara harga terhadap pengaruh bahasa pada trasnsaksi tersebut. Pada 1a dan 2a pembeli yang menggunakan bahasa Indonesia membeli barang yang sama dan tempat yang sama dengan penjual yang sama mendapatkan harga yang berbeda dengan pembeli yang menggunakan bahasa jawa seperti pada transaksi 1b dan 2b. Perbedaan itu memberikan dampak deskriminasi terhadap pembeli yang berbahasa Indonesia.

Percakapan transaksi jual beli 1a
A : Brem satunya berapa bu?
B: Enam ribu mas.
A: Kalau tiga ribu, gimana bu?
B: Ya ndak dapet no mas?
A: kalau empat ribu gimana bu?
B: ya sudah. Belinya berapa?
A:Cukup satu aja bu.

Percakapan transaksi jual beli 1b
A: Brem niki pinten bu? (Brem ini berapa bu?)
B: Engkang ageng gangsal ewu engkang alit tigang ewu ( Kalau yang besar 5000 dan kalau yang kecil 3000)
A: Engkang ageng tigang ewu diengge rayi kulo (Kalau yang besar tiga ribu buat saudara saya)
B: Dereng angsal (Belum dapat)
A: Tigang ewu? (3000)
B: Enggeh empun (Ya sudah)

Percakapan transaksi jual beli 2a
A: Mas bakpia harganya berapa?
B: lima belas ribu mas.
A: kalau sepuluh ribu gimana mas?
B: Ndak dapet mas?
A: Masak gak dapet mas? Kalau sebelas ribu gimana?
B: Ndak dapet juga mas.
A: Ya udah, satu ya mas?

Percakapan transaksi jual beli 2b
A: Mas ragi bakpia pinten? (Mas harga bakpianya berapa?)
B: Gangsal welas (15000)
A: Mboten angsal mandhap mas? (Tidak dapat turun mas?)
B: Kaleh welas ewu (12000)
A: Mboten angsal mandhap meleh? (tidak dapat turun lagi mas?)
B: Setunggal ewu (1000)
A: Sedoso ewu (10000)
B: enggeh empun (Ya sudah)

BAB V
SIMPULAN

Fanatisme berbahasa daerah seperti menjadi momok yang sangat menakutkan bagi pengguna bahasa Indonesia. Ketika dihadapkan pada suatu kenyataan yang sulit untuk diterima akan kebenaranya. Pada data di atas telah di sebutkan akan tindak deskriminasi yang dihasilkan pada beberapa transaksi terhadap penjual dan pembeli yang menggunakan bahasa jawa sebagai alat untuk berkomunikasi dan denagn bahasa Indonesia sebagai alat utnuk berkomunikasi.
Transaksi yang telah dilakuakn mengungkapkan bahwa setiap transaksi yang terjadi di pasar kelewer khususnya pada penggunaa bahasa Indonesia rentan akan tindak keisengan dari penjual yang berjualan di pasar tersebut. Beberapa percakapan telah disajikan dan dipaparkan utnuk membuktikan bahwa deskriminasi yang terjadi di sebapkan oleh terpengaruh oleh fanatisme berbahasa daerah.

Tidak ada komentar: